Pesatnya laju
pertumbuhan penduduk disuatu daerah tertinggal merupakan suatu permasalahan
yang tidak dapat terelakan lagi bagi kelangsungan hidup masyarakat yang
mendiami daerah tertinggal tersebut. Sifat manusia yang terus tumbuh dari hari
kehari, bulan ke bulan dari tahun ke tahun yang terus berkembang biak menjadi
alasan utama dalam memicu peningkatan pertambahan suatu penduduk disuatu daerah
tersebut. Faktor penting yang mempengaruhi pesatnya pertumbuhan penduduk
disuatu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor fertilitas
(kelahiran), kematian (mortalitas), perpindahan (migrasi).
Hasil proyeksi
menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun
mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi
273,2 juta pada tahun 2025 (Tabel 3.1). Walaupun demikian, pertumbuhan
rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2000-2025 menunjukkan
kecenderungan terus menurun. Dalam dekade 1990-2000, penduduk Indonesia
bertambah dengan kecepatan 1,49 persen per tahun, kemudian antara periode
2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 persen dan 0,92 persen per
tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat kelahiran
dan kematian, namun penurunan karena kelahiran lebih cepat daripada penurunan
karena kematian. Crude Birth
Rate (CBR) turun dari
sekitar 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15 per 1000 penduduk
pada akhir periode proyeksi, sedangkan Crude
Death Rate (CDR) tetap
sebesar 7 per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.
Salah satu ciri
penduduk Indonesia adalah persebaran antar pulau dan provinsi yang tidak
merata. Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di
Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang dari tujuh persen dari luas total
wilayah daratan Indonesia. Namun secara perlahan persentase penduduk Indonesia
yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun dari sekitar 59,1 persen pada tahun
2000 menjadi 55,4 persen pada tahun 2025. Sebaliknya persentase penduduk
yang tinggal di pulau pulau lain meningkat seperti, Pulau Sumatera naik dari
20,7 persen menjadi 22,7 persen, Kalimantan naik dari 5,5 persen menjadi
6,5 persen pada periode yang sama. Selain pertumbuhan alami di
pulau-pulau tersebut memang lebih tinggi dari pertumbuhan alami di Jawa, faktor
arus perpindahan yang mulai menyebar ke pulau-pulau tersebut juga menentukan
distribusi penduduk. (klik Gambar Untuk Tampilan Lebih Jelas)
Sumber:
http://www.datastatistik-indonesia.com/
Meningkatnya jumlah pertumbuhan penduduk juga menimbulkan
permasalahan tersendiri bagi diberbagai daerah masing-masing provinsi. Permasalahan
tersebut menjadi tambah pelik ketika petambahan laju penduduk sudah mulai
merambah kedalam beberapa aspek kehidupan bermasyarakat, misalnya dalam aspek
sosial yang meninggalkan masalah tingkat
pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah. Aspek
lingkungan yang menjadi tidak tertata dengan baik yang diakibatkan kesaadaran
akan hal-hal ketertiban, kedisiplinan, pengelolaan kebersihan yang tidak
tercipta dengan baik, lokasinya yang terisolasi,
disamping itu seringnya suatu daerah mengalami konflik sosial bencana alam
seperti gempa bumi, kekeringan dan banjir, dan dapat menyebabkan terganggunya
kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi. Permasalahan yang sangat pelik
tentunya berkaitan dengan aspek kemiskinan yang terjadi pada provinsi Jawa
Tengah yang berkaitan dengan pertambahan penduduk. Pengertian mengenai
arti dari kemiskinan sangatlah beragam, keberagaman dalam definisi kemiskinan
dikarenakan masalah tersebut telah merambat pada level multidimensional, artinya
kemiskinan berkaitan satu sama lain dengan berbagai macam dimensi kebutuhan
manusia. Ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum yang sesuai dengan
tingkat kelayakan hidup dapat dikatakan sebagai kemiskinan (Todaro, 2006).
Kondisi
Kemiskinan Jawa Tengah
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah
satu provinsi terpadat di Indonesia dengan jumlah penduduk pada tahun 2006
mencapai 33,18 juta jiwa. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak
8.844.220 KK, dimana 2.171.201 KK diantaranya termasuk dalam kategori Rumah Tangga
Miskin (RTM) (Bappeda Jateng, 2009). Pada 2006 jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah
sebesar 7,10 juta jiwa atau 22,19% dari total penduduk. Dibandingkan tahun
sebelumnya jumlah penduduk miskin bertambah sekitar 1,6%. Dari jumlah ini
beberapa kabupaten berkontribusi besar dalam tingkat kemiskinan ini antara lain
Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Rembang, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purbalingga
dan Kabupaten Brebes. Kemudian pada tahun 2007 persentase penduduk miskin di
Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 1,76% dari tahun sebelumnya. Pada tahun
2008 dan 2009 persentase penduduk miskin mengalami penurunan secara bertahap
sehingga berada pada tingkat 19,23% dan 17,72%. Sedangkan pada tahun 2010 persentase
kemiskinan kembali turun ke tingkat 16,56% (BPS Jawa Tengah, 2010). Penduduk
daerah perdesaan lebih banyak yang dikategorikan kedalam penduduk miskin daripada
penduduk di daerah perkotaan, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1. Pada
Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks
keparahan kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah
perkotaan. (klik Gambar Untuk Tampilan Lebih Jelas)
Perkembangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun
waktu 2008-2013, secara absolut
terjadi penurunan sekitar 1.456,65 ribu jiwa. Jumlah penduduk
miskin tahun 2013 (Maret) 4.733 ribu jiwa.
Seperti halnya dengan kondisi tingkat kemiskinan dari tahun
2008-2013 mengalami penurunan dan hingga akhir tahun 2013 persentase kemiskinan
di Jawa Tengah mencapai 14,56 persen, kondisi kemiskinan Provinsi Jawa Tengah
masih tergolong tinggi dibandingkan terhadap rata-rata kemiskinan nasional
(11,37%). (klik Gambar Untuk Tampilan Lebih Jelas)
Penyebaran penduduk
miskin tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah terbesar di Kabupaten Brebes yaitu sebanyak
394,40 ribu jiwa dan Banyumas sebanyak 328,50 ribu jiwa, dan terendah di Kota
Magelang sebesar 13,10 ribu jiwa. Sementara penyebaran persentase kemiskinan
tertinggi terdapat di Kabupaten Wonosobo sebesar 24,21% dan tingkat kemiskinan
terendah di Kota Semarang sebesar 5,68%. (klik Gambar Untuk Tampilan Lebih Jelas)
Penanggulangan
Kemiskinan
Usaha pemerintah dalam
penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah serius, bahkan merupakan salah satu
program prioritas, termasuk bagi pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Menurut
Bappeda Jateng (2007), upaya penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah
dilaksanakan melalui lima pilar yang disebut “Grand Strategy”. Pertama,
perluasan kesempatan kerja, ditujukan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan
ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat
memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup
secara berkelanjutan. Kedua, pemberdayaan masyarakat, dilakukan untuk
mempercepat kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan
memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam
3 pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin kehormatan, perlindungan,
dan pemenuhan hak-hak dasar. Ketiga, peningkatan kapasitas, dilakukan untuk
pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar
dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan. Keempat, perlindungan sosial,
dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan dan
masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain
oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial. Kelima,
kemitraan regional, dilakukan untuk pengembangan dan menata ulang hubungan dan
kerjasama lokal, regional, nasional, dan internasional guna mendukung
pelaksanaan ke empat strategi diatas.
Opini.
Masalah mengenai
tentang pertumbuhan dan kemiskinan merupakan momok masalah yang besar di semua banyak negara, termasuk negara Indonesia sebagai
negara berkembang, sehingga susah untuk memecahkan permasalahan
tersebut dari mana yang harus dipecahkan. Sebagai
negara yang memiliki penduduk yang sangat pesat yang diakibatkan dari faktor fertilitas (kelahiran) yang tidak sesuai dengan faktor kematian (mortalitas), dan perpindahan (migrasi) dari satu pulau ke pulau lainnya, mengakibatkan masyarakat mengalami
kemiskinan yang menjamur karena tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Untuk mengatasi tersebut pemerintah sudah menggalangkan suatu program yaitu
keluarga berencana atau KB untuk menekan faktor kelahiran supaya tidak terlalu
banyak, namun untuk masalah kemiskinan agak terlalu susah karena membuka
lapangan kerja juga belum tentu masyarakat yang tidak memiliki keahlian
tertentu akan terlalu susah untuk bekerja apalagi diperusahaan besar.
Sumber: