Selasa, 29 April 2014

Pertambahan Peduduk, Kemiskinan dan Keterbelakangan

Pesatnya laju pertumbuhan penduduk disuatu daerah tertinggal merupakan suatu permasalahan yang tidak dapat terelakan lagi bagi kelangsungan hidup masyarakat yang mendiami daerah tertinggal tersebut. Sifat manusia yang terus tumbuh dari hari kehari, bulan ke bulan dari tahun ke tahun yang terus berkembang biak menjadi alasan utama dalam memicu peningkatan pertambahan suatu penduduk disuatu daerah tersebut. Faktor penting yang mempengaruhi pesatnya pertumbuhan penduduk disuatu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor fertilitas (kelahiran), kematian (mortalitas), perpindahan (migrasi).
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1  juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025 (Tabel 3.1). Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2000-2025 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam dekade 1990-2000, penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,49 persen per tahun, kemudian antara periode 2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 persen dan  0,92 persen per tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat kelahiran dan kematian, namun penurunan karena kelahiran lebih cepat daripada penurunan karena kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi, sedangkan Crude Death Rate (CDR) tetap sebesar 7 per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.
Salah satu ciri penduduk Indonesia adalah persebaran antar pulau dan provinsi yang tidak merata.  Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang dari tujuh persen dari luas total wilayah daratan Indonesia. Namun secara perlahan persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun dari sekitar 59,1 persen pada tahun 2000 menjadi 55,4 persen pada tahun 2025. Sebaliknya persentase  penduduk yang tinggal di pulau pulau lain meningkat seperti, Pulau Sumatera naik dari 20,7 persen menjadi 22,7 persen, Kalimantan naik dari 5,5  persen menjadi 6,5 persen pada periode yang sama.  Selain pertumbuhan alami di pulau-pulau tersebut memang lebih tinggi dari pertumbuhan alami di Jawa, faktor arus perpindahan yang mulai menyebar ke pulau-pulau tersebut juga menentukan distribusi penduduk. (klik Gambar Untuk Tampilan Lebih Jelas)
Sumber: http://www.datastatistik-indonesia.com/
Meningkatnya jumlah pertumbuhan penduduk juga menimbulkan permasalahan tersendiri bagi diberbagai daerah masing-masing provinsi. Permasalahan tersebut menjadi tambah pelik ketika petambahan laju penduduk sudah mulai merambah kedalam beberapa aspek kehidupan bermasyarakat, misalnya dalam aspek sosial yang meninggalkan masalah tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah. Aspek lingkungan yang menjadi tidak tertata dengan baik yang diakibatkan kesaadaran akan hal-hal ketertiban, kedisiplinan, pengelolaan kebersihan yang tidak tercipta dengan baik, lokasinya yang terisolasi, disamping itu seringnya suatu daerah mengalami konflik sosial bencana alam seperti gempa bumi, kekeringan dan banjir, dan dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi. Permasalahan yang sangat pelik tentunya berkaitan dengan aspek kemiskinan yang terjadi pada provinsi Jawa Tengah yang berkaitan dengan pertambahan penduduk. Pengertian mengenai arti dari kemiskinan sangatlah beragam, keberagaman dalam definisi kemiskinan dikarenakan masalah tersebut telah merambat pada level multidimensional, artinya kemiskinan berkaitan satu sama lain dengan berbagai macam dimensi kebutuhan manusia. Ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum yang sesuai dengan tingkat kelayakan hidup dapat dikatakan sebagai kemiskinan (Todaro, 2006). 

Kondisi Kemiskinan Jawa Tengah
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi terpadat di Indonesia dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 mencapai 33,18 juta jiwa. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 8.844.220 KK, dimana 2.171.201 KK diantaranya termasuk dalam kategori Rumah Tangga Miskin (RTM) (Bappeda Jateng, 2009). Pada 2006 jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah sebesar 7,10 juta jiwa atau 22,19% dari total penduduk. Dibandingkan tahun sebelumnya jumlah penduduk miskin bertambah sekitar 1,6%. Dari jumlah ini beberapa kabupaten berkontribusi besar dalam tingkat kemiskinan ini antara lain Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Rembang, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Brebes. Kemudian pada tahun 2007 persentase penduduk miskin di Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 1,76% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 dan 2009 persentase penduduk miskin mengalami penurunan secara bertahap sehingga berada pada tingkat 19,23% dan 17,72%. Sedangkan pada tahun 2010 persentase kemiskinan kembali turun ke tingkat 16,56% (BPS Jawa Tengah, 2010). Penduduk daerah perdesaan lebih banyak yang dikategorikan kedalam penduduk miskin daripada penduduk di daerah perkotaan, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan.(klik Gambar Untuk Tampilan Lebih Jelas)
Perkembangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu 2008-2013, secara absolut
terjadi penurunan sekitar 1.456,65 ribu jiwa. Jumlah penduduk miskin tahun 2013 (Maret) 4.733 ribu jiwa.
Seperti halnya dengan kondisi tingkat kemiskinan dari tahun 2008-2013 mengalami penurunan dan hingga akhir tahun 2013 persentase kemiskinan di Jawa Tengah mencapai 14,56 persen, kondisi kemiskinan Provinsi Jawa Tengah masih tergolong tinggi dibandingkan terhadap rata-rata kemiskinan nasional (11,37%). (klik Gambar Untuk Tampilan Lebih Jelas)
Penyebaran penduduk miskin tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah terbesar di Kabupaten Brebes yaitu sebanyak 394,40 ribu jiwa dan Banyumas sebanyak 328,50 ribu jiwa, dan terendah di Kota Magelang sebesar 13,10 ribu jiwa. Sementara penyebaran persentase kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Wonosobo sebesar 24,21% dan tingkat kemiskinan terendah di Kota Semarang sebesar 5,68%.            (klik Gambar Untuk Tampilan Lebih Jelas)

Penanggulangan Kemiskinan
Usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah serius, bahkan merupakan salah satu program prioritas, termasuk bagi pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Menurut Bappeda Jateng (2007), upaya penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah dilaksanakan melalui lima pilar yang disebut “Grand Strategy”. Pertama, perluasan kesempatan kerja, ditujukan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan. Kedua, pemberdayaan masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam  3 pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin kehormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar. Ketiga, peningkatan kapasitas, dilakukan untuk pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan. Keempat, perlindungan sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan dan masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial. Kelima, kemitraan regional, dilakukan untuk pengembangan dan menata ulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional, dan internasional guna mendukung pelaksanaan ke empat strategi diatas.

Opini.
Masalah mengenai tentang pertumbuhan dan kemiskinan merupakan momok masalah yang besar di semua banyak negara, termasuk negara Indonesia sebagai negara berkembang, sehingga susah untuk memecahkan permasalahan tersebut dari mana yang harus dipecahkan. Sebagai negara yang memiliki penduduk yang sangat pesat yang diakibatkan dari faktor fertilitas (kelahiran) yang tidak sesuai dengan faktor kematian (mortalitas), dan perpindahan (migrasi) dari satu pulau ke pulau lainnya, mengakibatkan masyarakat mengalami kemiskinan yang menjamur karena tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Untuk mengatasi tersebut pemerintah sudah menggalangkan suatu program yaitu keluarga berencana atau KB untuk menekan faktor kelahiran supaya tidak terlalu banyak, namun untuk masalah kemiskinan agak terlalu susah karena membuka lapangan kerja juga belum tentu masyarakat yang tidak memiliki keahlian tertentu akan terlalu susah untuk bekerja apalagi diperusahaan besar.

Sumber: